Wednesday, March 11, 2009

Pengertian dan Mitologi Wewaran

Shri Danu D.P (I wayan Sudarma)


Om Swastyastu


Wewaran adalah bahasa Sansekerta dari urat kata wara di duplikasikan (Dwipurwa) dan mendapat akhiran an (we+wara+an). Kata wara banyak memiliki arti seperti: terpilih;terbaik; unggul. Wara juga berarti hari; mulia; utama.

Dari uraian di atas wewaran dapat diartikan perhitungan hari-hari. Tentang hari-hari dalam Wariga ada sepuluh jenis yang dipergunakan dalam padewasan yaitu pemilihan hari baik untuk memulai suatu pekerjaan atau yajña.

Mengenai mitologi (cerita) lahirnya wewaran
dikemukakan dalam Lontar Medangkamulan dan Lontar Bagawan Garga. Dalam Lontar tersebut di atas diuraikan kelahiran wuku dan juga menceritakan para Dewa dan Rsi adalah berwujud menjadi wewaran sebagai berikut :

” Kunang kang rumuhan, sang hyang ekataya, maka linggan taliwang ke, nga,
sang hyang timira, maka pepet, nga, sang hyang wacika, dadi waya. Sang hyang
manacika, dadi byantara, punika sang hyang tri kursika maka lingga triwara. Sang
hyang caturlokapala, dadi catur wara, sri bhegawan bhregu;
laba bhagawan kanwa; jaya bhagawan janaka; manala bhagawan narada. Sang hyang
garga, ka, sang korsika, u, sang hyang metri, pa. Sang kurusya, pwa. Sang
hyang pratanjala, wa, dadi pancawara.

Mwang sadrsi, indra dadi tungleh, baruna dadi aryang. Yama dadi paniron:
hyang bajra dadi was. Sang hyang airawana dadi maulu. Mwah saptarsi, slokanya :
”Radityanca candrayatam kujayenca rabudyattam wraspati tamnca saniscara gunatryam, kunang sang hyang baskara dadi, ra, sang hyang candra dadi, ca, sang hyang anggara, sang hyang udaka dadi, bu; sang hyang suraguru dadi Wra; sang hyang bregu dadi su, sang hyang wasurama dadi, sa (Lontar Medangkamulan; lembar 10 a -10 b).

Artinya :

Tersebutlah saat dahulu Sang Hyang Ekayata sebagai perwujudan Taliwangke. Sang Hyang Timira menjadi Pepet, Sang Hyang Kalima menjadi Menga, keduanya menjadi Dwiwara. Sang Hyang Cika menjadi Dora; Sang Hyang Wacika menjadi Waya, Sanh Hyang Manacik menjadi Byantara; itulah Sang Hyang Tri Kursika berwujud menjadi Triwara. Sang Hyang Caturlokapala menjadi Caturwara, Sri adalah Bhagawan Bhregu, Laba adalah Bhagawan Kanwa, jaya adalah Bhagawan Janaka, Mandala adalah Bhagawan Narada. Sang Hyang Garga menjadi Kliwon, Sang Hyang Korsika menjadi Umanis, Sang Hyang Metri menjadi Pahing, Sang Hyang Kurusya menjadi Pon, Sang Hyang Pratanjala menjadi Wage. Jadi Pnacawara adalah perwujudan dari Sang Hyang Pancakorsika.

Dan lagi Sad Rsi berwujud menjadi Sadwara yaitu Indra menjadi Tungleh, Bharuna menjadi Aryang, Kuwera menjadi Urukung, Bayu menjadi Paniron, Hyang Bajra menjadi Was, Sang Hyang Ajrawana menjadi Maulu. Selanjutnya dalam sloka Sapta Rsi
dinyatakan Sang Hyang Baskara menjadi Radite, Sang Hyang Candra menjadi Coma, Sang Hyang Anggara menjadi Anggara, Sang Hyang Udaka menjadi Buda, Sang Hyang Suraguru menjadi Wraspati, Sang HyangBregu menjadi Sukra, Sang Hyang Wasurama menjadi Saniscara.

Mitologi di atas tidak menyebutkan tentang Ekawara, Astawara, Sangawara dan Dasawara. Oleh karena itu agak berbeda dengan mitologi lahirnya wewaran berdasarkan Lontar Bhagawan Garga sebagai berikut :

”Hana ta dewa anglayang, guru tunggal, ingaran sang hyang licin, suksma
nirmala, endah snenya maring sunya, pantaranya rumawak tuduh, yan ta sang hyang
licin, rumaga rama tan sahayebu. Mayoga sang hyang licin, hana bhagawan bregu,
mayoga bhagawan bregu hana rwa mimitan, nga, rahayu mimitan, rupanya kadi
tunggal, nga, dewakala, rahu mawak ketu lwirya: sang hyang rahu hangadakna,
kala kabeh, sang hyang ketu ika hamijil kna dewakabeh, mwang wewaran (Transkripsi Lontar Bhagawan Garga, 3-4)”.

Artinya :

”Ada tersebut sinar suci melayang-layang, beliau itu dewa suci yang disebut Sang Hyang Licin, wujudnya sangat gaib dan sangat suci, bermacam-macam wujudnya di alam yang kosong ini, itulah sebabnya berwujud Sang Hyang Tuduh, Ia itulah juga Sang Hyang Licin, beliau yang ada pertama kali, tanpa ayah dan ibu.

Beryogalah Sang Hyang Licin, lahirlah dua hal yaitu positif dan negatif, wujudnya seperti tunggal (satu)adalah Dewa Kala; yaitu Sang Hyang Rahu dan Sang Hyang Ketu. Sang Hyang Rahu menciptakan semua Kala, Sang Ketu itu menciptakan para Dewa dan Wewaran.”

Selanjutnya diuraikan bahwa Sang Hyang Licin sebenarnya menjadi Ekawara yaitu
Luang. Kemudian lahir wuku Sinta dan Sungsang maka ada Dwiwara yaitu Menga,
Pepet; inilah yang menyebabkan adanya baik buruk (ala ayu). Sang Hyang Menga
menjadi siang adalah Sang Hyang Rahu; Hyang Pepet menjadi malam adalah Sang
Hyang Ketu.

Ada wuku Tambir lahirlah Triwara yaitu Dora, Waya, Byantara. Sesungguhnya Dora adalah Kala, Waya adalah Manusa dan Byantara adalah Dewa. Ada wuku Kulawu lahirlah caturwara yaitu Sri, Laba, Jaya, Mandala; sesungguhnya adalah Batari Gangga, Sang Hyang Bayu, Sang Hyang Sang kara, Sang Hyang Kancanawidhi.

Ada wuku Wariga lahirlah Pancawara, yaitu : Umanis, Pahing. Pon, Wage, Kliwon. Sebenarnya adalah Sang Hyang Iswara Sang Hyang Brahma, Sang Hyang Mahadewa, Sang Hyang Wisnu, Sang Hyang Siwa.

Ada wuku Pahing lahirlah Sadwara yaitu: Tungleh Aryang, Urukung, Paniron, Was, Maulu. Sesungguhnya Tungleh adalah Antabuta; Aryang adalah Padabuta; Urukung adalah Anggabuta; Paniron adalah Malecabuta;Was adalah Astabuta; Maulu adalah Matakabuta.

Ada wuku Bala lahirlah Saptawara yaitu: Radite, Coma, Anggara Buda, Wraspati, Sukra, Sanicara; sebenarnya adalah Sang Hyang Banu, Hyang Candra, Sang manggala, Hyang Buda, Hyang Wraspati, Bhagawan Sukra, Dewi Sori.

Ada wuku Kulantir, lahirlah Astawara yaitu: Sri, Indra, Guru, yama, Ludra, Brahma, Kala, Uma. Sebenarnya adalah Batari Giriputri, Hyang Indra, Sang Hyang Guru, Sang Hyang Yama, Hyang Ludra, Hyang Brahma, Hyang Kalantaka, Sang Hyang Amerta.

Ada wuku langkir lahirlah Sangawara yitu: Dangu, Jangur, Gigis, Nohan, Ogan, Erangan, Urungan, Tulus, Dadi. Sebenarnya Buta Urung; Jangur adalah Buta Pataha; Gigis adalah Buta Jingkrak; Erangan adalah Buta Jabung; Urungan adalah Buta Kenying; Tulus adalah Sang Hyang Saraswati; Dadi adalah Sang Hyang Dharma.

Ada wuku Uye, lahirlah Dasawara yaitu Pandita, Pati, Suka Duka, Sri Manuh, Manusa, Raja, Dewa, Raksasa. Sebenarnya Sang Hyang Aruna adalah Pandita; Kala adalah Pati; Smara adalah Suka; Durga adalag Duka; Sang Hyang Basundari adalah Sri; Kalalupa adalah Manuh; Sang Hyang Suksmajati adalah Manusa; Kalatangis adalah Raja; Sang Hyang Sambu adalah Dewa; Sang Kalakopa adalah Raksasa. (Transkripsi Lontar Bhagawan Garga, 4-5).

Berdasarkan uaraian kelahiran wewaran tersebut di atas dapatlah disimpulkan bahwa semua wewaran itu dalah ciptaan Sang Hyang Widhi melalui yoganya. Pada mulanya beliau disebut Sang Hyang Licin yang beryoga lahirlah Bhagawan Bregu. Bhagawan Bregu beryoga lahirlah Sang Hyang Rahu dan Sang Hyang Ketu. Sang Hyang Rahu beryoga lahirlah para Kala dan Sang Hyang Ketu beryoga lahirlah para Dewa dan Wewaran. Maksudnya adalah Sang Hyang Widhi itu tunggal tidak ada duanya yang diwujudkan dengan Ekawara adalah Luang. Luang artinya kosong.

Pada mulanya belum ada apa-apa atau alam ini kosong; yang ada hanya kekosongan (luang), itu adalah sebenarnya perwujudan Sang Hyang Widhi yang tunggal disebut juga Paramasiwa dalam Saptaloka beliau berkedudukan pada Satyaloka.

Pada tingkat ini beliau suci nirmala belum terpengaruh oleh apapun juga sehingga disebut dengan Nirguna Brahma.

Dari yoganya Sang Hyang Widhi ada Bhagawan Bregu, beliau ada pada tingkat Mahaloka, saat itu Sang Hyang Widhi sudah terpengaruh oleh hal-hal maya. Bhagawan Bregu beryoga lahirlah Sang Hyang Rahu dan Sang Hyang Ketu. Pada tingkatan Mahaloka Sang Hyang Widhi diberi gelar Sadasiwa yang disebut dengan Saguna Brahma karena sudah terpengaruh oleh maya. Itulah sebebnya muncul dua kekuatan Cetana Acetana, Purusa Predana atau Sang Hyang Ketu dan Sang Hyang Rahu.

Berpadunya dua kekuatan ini pada jenjang Siwatama yang disebut dengan Gunakarya barulah muncul ciptaan yaitu Sanag Hyang Rahu beryoga lahir para Kala?Bhuta dan Sang Hyang Ketu beryoga lahirlah para Dewa dan Wewaran, demikian seterusnya.


Selain cerita lahirnya wewaran di atas dalam Lontar Bhagawan Garga juga menyebut tentang hurip/neptu dari tiap-tiap wewaran yang ada sebagai berikut:

”Kunang ikang wewaran kabeh sakeng yoganira sang hyang ketu, ika wak dewa
kabeh ri mangke sang hyang ketu. Mwang sang hyang rahu kinon denira sang hyang
licin magawe ana abeking trimandalanya, iwasira, awargadesa ring wayabya
pranahnya, tan ana madani ikang awarga wayabya teja kadi surya koti. Kinon ta
ya kabeh mwang dewa kabeh tekeng wewaran agrebat desa ri wayabya, neher sira
sang hyang sangkara jumunjung ring wayabya. Ika ingadu kala lawan dewa, sang
hyang rahu, sang hyang ketu, angadu prangira kabeh arebat awarga wayabya. Rame
kang prang silih suduk, nyakra, enak adameng kasaktennya. Pejah tang kala kabeh, ingurip mwah denira sang hyang adikala, sidhi Yoganya (Transkripsi Lontar bhagawan Garga,7).

Artinya :

Demikianlah tentang wewaran semuanya lahir dari yoganya Sang Hyang Ketu, begitu juga para Dewa ada karena Sang Hyang Ketu. Sedangkan Sang Hyang Rahu disusruh oleh beliau Sang Hyang Licin untuk mengadakan ciptaan yang memenuhi Trimandala, lalu beliau menjadi warga desa yang bertempat di arah Wayabya (Barat laut), tidak akan menyaingi
keluarga desa di wayabya, bersinar seperti matahari sebanyak sepuluh ribu.

Diperintahkannya semua para dewa dan wewaran untuk menyerang desa yang ada di wayabya, lalu beliau Sang Hyang Sangkara berdiri (ada) di wayabya. Itu di adu
oleh para kala melawan para dewa, Sang Hyang Rahu, Sang Hyang Ketu, sebagai
pemimpin perang menyerbu seluruh warga yang ada di wayabya. Sangatlah seru
pertempuran itu saling tusuk menusuk, panah memanah, semua mengeluarkan
kesaktiannya, matilah kala semuanya, kehidupan kembali oleh Sang Hyang Adikala
yang telah berhasil yoganya.

Selanjtnya setelah para kala hidup semuanya, lagi terjadi peperangan yang sangat dasyat, sehingga akibatnya banyak diantara dewa, wewaran terbunuh menjadi korban perang, tetapi akhirnya juga kembali dihidupkan.

Oleh karena Kala dihidupkan hanya sekali saja, itulah sebabnya Sang Hyang Kala mempunyai hurip 1 (satu). Hyang Sangkara dibunuh oleh Kala Mretiu sekali, itulah sebabnya sehingga mempunyai urip 1 (satu). Batara Siwa dibunuh oleh Kala Ekadasabumi delapan kali, itu sebabnya Kliwon mempunyai urip 8 (delapan), Hyang Iswara dibunuh oleh Kala Sanjala lima kali, oleh karenanya Umanis mempunyai urip 5 (lima). Hyang Brahma terbunuh oleh Kala Wisesa sembilan kali, itulah sebabnya Pahing mempunyai urip 9 (sembilan), Hyang Mahadewa dibunuh oleh Kala Agung tujuh kali, karenanya Pon mempunyai urip 7 (tujuh). Hyang Wisnu dibunuh oleh Kala Dasamuka empat kali, oleh karena itu Wage mempunyai urip 4 (empat).

Demikian pula Saptawara, Hyang Aditya dibunuh oleh Kala Limut lima kali, karenanya Radite mempunyai urip 5 (lima). Hyang Candra terbunuh oleh Kala Angruda empat kali, karenanya Coma mempunyai urip 4 (empat). Sang Manggal dibunuh oleh Kala Enjer tiga kali, oleh sebab itu Anggara mempunyai urip 3 (tiga).sang Buda terbunuh oleh Kala Salongsongpati tujuh kali, karenanya Buda mempunyai urip 7 (tujuh). Sang Hyang Wraspati terbunuh oleh Kala Amengkurat delapan kali, itulah sebabnya Wraspati mempunyai urip 8 (delapan). Sang Hyang Kawia terbunuh oleh Kala Greha enam kali, oleh karenanya Sukra mempunyai urip 6 (enam), Dewi Sori terbunuh oleh Kala Telu sembilan kali, itulah sebabnya Saniscara mempunyai urip 9 (sembilan).

Begitu pula Astawara, Hyang Giriputri dibunuh oleh Kala Luang enam kali, karenanya mempunyai urip 6 (enam), Hyang Guru dibunuh oleh Kala Durgastana delapan kali, oleh sebab itu Guru mempunyai urip 8 (delapan), Hyang Yama dibunuh oleh Kalantaka sembilan kali, karenanya Yama mempunyai urip 9 (sembilan). Hyang Rudra terbunuh oleh Kala Pundutan tiga kali, sehingga Ludra mempunyai urip 3 (tiga), Hyang Brahma dibunuh oleh Kala Agni tujuh kali, sehingga Brahma mempunyai urip 7 (tujuh). Hyang Kala terbunuh oleh Hyang Guru sekali, sehingga kala mempunyai urip 1 (satu). Hyang Mreta terbunuh oleh Kala Padumarana empat kali, sehingga Uma mempunyai urip 4 (empat).

Lain lagi halnya Sangawara, Dangu terbunuh 5 kali. Jangur terbunuh 6 kali, Gigis terbunuh 8 kali, Nohan terbunh 1 kali (sekali). Ogan terbunuh 8 kali, Erangan terbunuh 3 kali, Urungan 7 kali. Tulus terbunuh 9 kali, Dadi terbunuh 4 kali. Itulah
semuanya menjadi uripnya masing-masing.

Mengenai Sadwara, Tungleh terbunuh 7 kali, Aryang terbunuh 6 kali, Urukung terbunuh 5 kali, Paniron terbunuh 8 kali, Was terbunuh 9 kali, Maulu terbunuh 3 kali

Begitu pula halnya Caturwara, Hyang Angga terbunuh 4 kali, sehingga Sri mempunyai urip 4 (empat), Hyang Bayu terbunuh 5 kali, sehingga Laba mempunyai urip 5 (lima). Hyang Purusa dibunuh 9 kali, sehingga Jaya mempunyai urip 9 (sembilan), Hyang Kencanawidi terbunuh 7 kali, sehingga mandala mempunyai urip 7 (tujuh) (Transkripsi Lontar Bhagawan Garga, 8).


Demikian cerita kehidupan Wewaran berperang melawan Kala semuanya yang akhirnya
dihidupkan kembali oleh Hyang taya, itulah sebabnya semua wewaran mempunyai
urip/neptu seperti telah tersebut di atas.

Dari sinilah kiranya Padma Anglayang yang juga disebut dengan pengider-ngider, setiap arahnya mempunyai urip tertentu. Sehubungan dengan terciptanya alam semesta yang keadaannya sudah stabil, sempurna dan sejahtera artinya masing-masing
dari benda-benda alam (Brahmanda) telah berdiri sendiri-sendiri disebut dentan
Swastika sebagai lambang suci agama Hindu.

Lambat laun dari Swastika itulah berkembang menjadi lukisan Padma Anglayang, artinya tunjung terbang melayang-layang di awang-awang mengedari matahari (Suryasewana). Daunnya yang delapan menjadi 8 (delapan) arah dari bumi yaitu :

1. Purwa (Timur).
2. Gneya (Tenggara).
3. Daksina (Selatan).
4. Nairiti (Barat Daya).
5. Pascima (Barat).
6. Wayabya (Barat Laut).
7. Uttara (Utara).
8. Airsanya (Timur Laut).

Dalam Sapta loka yaitu tingkat keempat dari atas atau dari bawah Sang Hyang Widhi itu disebut Loka Pala artinya pemimpin alam.

Dalam kepemimpinan ini Sang Hyang Widhi digelari bermacam-macam menurut tempat
dan tugasnya, misalnya Panca Brahma, Panca Dewata, Nawa Dewata atau Dewata Sangga.

Di antara gelar-gelar Sang Hyang Widhi itu di sini akan diuraikan tentang Nawa Dewata atau Dewata Sanga yang berhubungan langsung dengan Padma anglayang atau Pangider-ider sebagai berikut :

1. Sang Hyang Iswara bertempat di Timur.
2. Sang Hyang Maheswara bertempat di Tenggara.
3. Sang Hyang Brahma bertempat di Selatan.
4. Sang Hyang Rudra bertempat di Barat daya.
5. Sang Hyang Mahadewa bertempat di Barat.
6. Sang Hyang Sangkara bertempat di Barat Laut.
7. Sang Hyang Wisnu bertempat di Utara.
8. Sang Hyang Sambhu bertempat di Timur Laut.
9. Sang Hyang Siwa bertempat di Tengah
(Pelajaran Agam Hindu Bali III 1961, 14-16).

Terutama para Dewata Sanga inilah diperintahkan oleh Sang Hyang Widhi untuk menjaga semua penjuru mata angin dunia supaya stabil dengan memiliki urip masing-masing seperti yang telah diuraikan dalam Lontar Bhagawan garga seperti di bawah ini:

1. Sang Hyang Iswara melawan para Kala, beliau terbunuh oleh Kala Sanjaya 5 kali, tetapi dihidupkan 5 kali oleh Sang Hyang taya. Sang Iswara diperintahkan oleh Sang Hyang Widhi mengatur memimpin alam bagian Timur. Itulah sebabnya dalam pangider-ngider arah Timur mempunyai 5 (lima).

2. Sang Hyang Maheswara atau Sang Hyang Wraspati terbunuh oleh Kala Amengkurat 8 kali, dihidupkan oleh Sang Hyang Taya 8 kali, sehingga Sang Hyang Maheswara yang memimpin arah Tenggara mempunyai urip 8 (delapan).

3. Sang Hyang Brahma terbunuh 9 kali oleh Kala Wiwesa, kemudian dihidupkan 9 kali oleh Sang Hyang Taya, sehingga Hyang Brahma yang diperintahkan memimpin arah Selatan mempunyai urip 9 (sembilan).

4. Sang Hyang Rudra dibunuh 3 kali oleh Kala Pundutan dan dihidupkan juga 3 kali oleh Sang Hyang Taya, sehingga Sang Hyang Rudra memperoleh tugas dibagian Barat daya mempunyai urip 3 (tiga).

5. Sang Hyang Mahadewa dibunuh 7 kali oleh Kala Agung, tetapi dihidupkan kembali oleh Sang Hyang Taya 7 kali, sehingga Sang Hyang Mahadewa yang ditugaskan memimpin arah Barat mempunyai urip 7 (tujuh).

6. Sang Hyang Sangkara terbunuh oleh Kala Mretiu sekali, kemudian dihidupkan juga sekali oleh Sang Hyang Taya, sehingga Sang Hyang Sangkara yang ditugaskan memimpin arah Barat Laut mempunyai urip 1 (satu).

7. Sang Hyang Wisnu dibunuh oleh Kala Dasamuka 4 kali, juga dihidupkan kembali oleh Sang Hyang Taya, sehingga Sang Hyang Wisnu yang ditugaskan menagtur atau memimpin arah Utara mempunyai urip 4 (empat).

8. Sang Hyang Sambhu atau Sang Hyang Kawia dibunuh oleh Kala Greha 6 kali kemudian dihidupkan kembali oleh Sang Hyang Taya 6 kali, sehingga Sang Hyang Sambhu yang ditugaskan memimpin arah Timur Laut mempunyai urip 6 (enam).

9. Sang Hyang Siwa terbunuh 8 kali oleh Kala Eka Dasabumi, dihidupkan kembali oleh Sang Hyang Taya 8 kali juga, sehingga Sang Hyang Siwayang ditugaskan di bagian Tengah sebagai proses mempunyai urip 8 (delapan).

Dari uarain diatas maka timbullah Padma Anglayang atau pangider-ngider yang menunjukkan setiap arah itu memiliki urip/neptu tertentu dan akhirnya menjadi patokan yang nantinya diikuti oleh Wewaran maupun Wuku. (Transkripsi Lontar Bagawan Garga, 7).


Om Santih santih Santih Om

1 comment: